Sunday, April 27, 2014

Saatnya Pelatihan di Bidang Kesehatan Beralih ke Metode In-Service Training

Salah satu strategi untuk mencapai visi Indonesia sehat 2015 adalah dengan meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas dengan sasaran utamanya antara lain: disetiap desa tersedia SDM kesehatan yang kompeten, dan pelayanan kesehatan di setiap rumah sakit, puskesmas, dan jaringannya memenuhi standar mutu. Tenaga kesehatan merupakan sumber daya manusia kesehatan yang pada satu sisi adalah unsur penunjang utama dalam pelayanan kesehatan, pada sisi lain, ternyata kondisinya saat ini masih jauh dari kurang, baik pada kuantitas maupun kualitasnya. Disini perlu perhatian pemerintah pada peningkatan dan pemberdayaan SDM kesehatan secara profesional. Utamanya dalam pembentukan sikap dan perilaku profesional SDM kesehatan melalui jalur pendidikan formal maupun non formal.
Tidak jarang kita mendengar pada kehidupan sehari-hari, baik di rumah sakit, puskesmas, maupun klinik-klinik pelayanan kesehatan, tentang buruknya praktek pelayanan yang diberikan tenaga kesehatan kepada masyarakat. Adanya tenaga kesehatan yang tidak mengerjakan yang seharusnya mereka kerjakan, dan juga adanya tenaga kesehatan yang mengerjakan sesuatu yang seharusnya bukan wewenangnya/ kompetensinya. Kualitas sumber daya manusia dalam bidang kesehatan yang masih rendah akan berpengaruh terhadap kualitas pelayanan kesehatan. Kualitas pelayanan kesehatan yang masih rendah erat kaitannya dengan kualitas tenaga kesehatan.
Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas tenaga kesehatan adalah melalui pendidikan dan pelatihan (pelatihan). Pelatihan adalah prosedur formal yang difasilitasi dengan pembelajaran guna terciptanya perubahan tingkah laku yang berkaitan dengan peningkatan tujuan perusahaan atau organisasi. Pelatihan merupakan proses pembelajaran untuk meningkatkan kinerja seseorang dalam menyelesaikan pekerjaan. Gardner (2008) menjelaskan bahwa pelatihan adalah teknik dan pengaturan yang bertujuan untuk mengembangkan kemampuan berpikir, memfokuskan pembelajaran dan belajar bereksperimen.
Berdasarkan hasil evaluasi pelatihan, banyak tenaga kesehatan yang sudah dididik atau mengikuti pelatihan tetapi tidak merubah kebiasaan cara bekerja, pola berpikir lama yang dipertahankan, seolah-olah hasil pelatihan tidak sampai pada tahapan implementasi. Dalam pelaksanaanya, pelatihan konvensional cenderung didominasi oleh kegiatan nara sumber atau fasilitator yang menyampaikan seluruh materi pelatihan, sedangkan peserta pelatihan lebih banyak sebagai pendengar, sehingga kurang memacu keaktifan peserta pelatihan.
Sedangkan menurut (Widodo et al. 2006) ada beberapa kendala untuk menerapkan hasil-hasil kegiatan peningkatan profesionalisme yang berkaitan dengan proses, isi, maupun dukungan pasca pelatihan. Kendala yang berkaitan dengan proses pelatihan: a) metode pelatihan pada umumnya berupa ceramah dan diskusi tanpa ada kesempatan bagi peserta untuk berlatih menerapkan secara nyata; b) pelaksanaan pelatihan bersifat top-down dan massal sehingga tidak memperhatikan kebutuhan/permasalahan individual setiap profesi kesehatan; c) kegiatan pelatihan jarang sekali mendiskusikan permasalahan nyata yang ada di lapangan. Kemudian kendala penerapan yang terkait dengan isi pelatihan mencakup: a) materi kurang sesuai dengan kebutuhan lapangan; b) materi yang diberikan dalam pelatihan sulit diterapkan. Berdasarkan hal tersebut menunjukkan bahwa kebutuhan pengembangan profesional tenaga kesehatan melalui pelatihan konvensional masih jauh dari harapan. Program pelatihan yang menuntut peserta pelatihan lebih aktif dalam proses pembelajaran adalah suatu keharusan. Diharapkan lembaga pelatihan in-service merancang dan melaksanakan pelatihan yang sesuai kebutuhan dan berpusat pada peserta latih (participant centered).
Dengan metode in-service training ini diharapkan setiap tenaga kesehatan dalam sebuah organisasi kerja akan mendapatkan pelatihan yang tepat dan alam waktu yang tepat, sehingga akan memaksimalkan relevansi, aktualitas dan ketersediaan sebuah pelatihan sementara sumber daya yang disediakan untuk sebuah pelatihan benar-benar dapat diberikan untuk pelatihan yang paling dibutuhkan.
Hal-hal tersebut di atas memungkinkan karena dibandingkan teknik pelatihan konvensional, in-service training memiliki beberapa karakteristik yang mendukung, diantaranya adalah :
a.    Tanpa sistem yang formal untuk kegiatan pembelajaran. Seringnya proses pembelajaran dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan tugas-tugas peserta pelatihan dalam pekerjaannya, sehingga akan langsung berhubungan dengan pekerjaannya dan dibutuhkan dalam pelaksanaan pekerjaannya.
b.    Tidak perlu meninggalkan tempat kerja untuk menuju tempat pelatihan sehingga akan mengurangi  biaya transport dan penginapan.
c.    Tidak terpaku pada standar yang kaku dan mengakomodasi kepentingan peserta latih karena dilibatkan sejak mulai perencanaan kebutuhan pelatihan, pelaksanaan sampai evaluasi.
d.   Setiap individu peserta pelatihan akan mendapatkan materi pelatihan hanya yang berhubungan dan dibutuhkan dalam melaksanakan pekerjaannya.
e.    Pelaksanaan pelatihan dapat individual atau kelompok.
Karena karakteristiknya yang langsung berhubungan dengan pekerjaan peserta pelatihan, maka in-service training akan lebih efisien, mudah diterima dan dapat dikembangkan untuk memaksimalkan hasil sesuai yang diinginkan. In-service training sudah banyak diterapkan di berbagai tempat. dari berbagai hasil penelitian terbukti bahwa metode ini memiliki efektifitas tinggi terhadap implementasi hasil pelatihan.

--
Dellon Wijaya
NIM. 13/357731/PKU/14163
HP. 0819 429 0528
Pin BB: 26932551

No comments: