Monday, April 28, 2014

Mind Mapping Paper Artikel A Process Evaluation Of Performance-Based Incentives For Village Health Workers In Kisoro District, Uganda


K U S A I R I
13/357729/PKU/14162

MIND MAPPING



Nama              : Ajeng Choirin
NIM                :13/357327/PKU/14094

THE MATCH BETWEEN MOTIVATION AND PERFORMANCE MANAGEMENT OF HEALTH SECTOR WORKERS IN MALI (part II)

Tentang Posisi
Penelitian ini menunjukkan bahwa motivator utama tenaga kesehatan terkait dengan tanggung jawab,pelatihan dan pengakuan, disamping gaji. hal ini dapat dipengaruhi oleh kinerja manajemen yang meliputi deskripsi pekerjaan, pengawasan, pendidikan berkelanjutan dan penilaian kinerja. kinerja manajemen tidak optimal diimplementasikan di mali, karena deskripsi perkerjaan tidak dijelaskan atau tidak diprioritaskan. penilaian yang dirasakan sebagai penilaian secara subjektiv. tidak ada metode lain yang menunjukkan pengakuan. hasil memungkinkan tim peneliti untuk mengusulkan adaptasi atau perbaikan terhadap manajemen kerja yang sudah ada.
Tentang Bukti
Hanya 13% responden yg menerima pengawasan sebanyak 4 kali per tahun dan kebutuhan pelatihan tidak dianalisis. 48% responden yang mengetahui bahwa kinerja mereka telah dinilai selama dua tahun terakhir.

Average score of factors motivating health workers
(N = 367)

Factor
Average Score
To feel responsible

5.7
To increase salary
3.5

To receive training
3.2

To be held responsible
2.6

To be appreciated
2.3

To receive recognition
2.2

To receive promotion
1.5

To receive incentives
1.5

To work within a team spirit
1.3

To receive financial benefits from user fees
0.9

To have your partner living near the workplace
0.7

To have good colleagues
0.7

Others
0.7

Average score of demotivating factors by health workers (N = 354)
Factor
Average Score
Lack of material

8.2
Lack of recognition
3.2

Difficult living conditions
2.9

Lack of a job description
2.5

Subjective performance appraisal
2.5

Poor management
1.8

Partner living far away
1.8

Poor functioning of the health committee
1.2

Living far away from an urban centre
0.5

Living far away from places where decisions are being made
0.4



Tentang agenda untuk follow up
Diperlukan meningkatkan strategi manajemen kinerja untuk mempengaruhi motivasi karyawan. hal ini dapat dilakukan dengan mencocokkan aktifitas kinerja manajemen dengan motivator yang telah diindentifikasikan.

DAFTAR PUSTAKA
Dileman M, Toonen J, Toure H, Martineau T: The match between motivation and performance management of health sector workers in Mali. Human Resource Health 2006, 4:2
Herzberg Frederick : One more time: how do you motivate employees?. Harvad Business Review 2003. 81:87-96



Nama : Syarifah Rina Mayasari
NIM : 13/357449/PKU/14112


PERENCANAAN BERBASIS BUKTI DIPERLUKAN DALAM PEMBUATAN KEBIJAKAN TENAGA KERJA KESEHATAN

Tantangan terhadap kesehatan dimasa yang akan datang semakin meningkat. Tidak hanya dari permasalahan kesehatan itu sendiri, infrastruktur, dan tekhnologi tapi juga masalah ketersediaan tenaga kesehatan. Di beberapa negara ketersediaan tenaga kerja kesehatan merupakan masalah yang cukup besar. Terutama negara- negara yang ketersediaan tenaga kesehatannya bergantung pada  perekrutan internasional. Negara yang kondisinya seperti ini haruslah pandai dan tegas dalam menyikapi tantangan yang dihadapi berkaitan dengan ketersediaan tenaga kerja kesehatan, karena tidak bisa menyediakan tenaga kerja kesehatan sendiri sedangkan tantangan semakin besar. Maka sudah seharusnya pemerintah sebagai pengambil kebijakan mencari jalan terbaik untuk mengatasi masalah tersebut. Tetapi hal ini harus didasari dengan bukti tentang ketersediaan tenaga kerja kesehatan pada saat ini, hal ini dimaksudkan agar mudah memperoleh proyeksi tentang kebutuhan tenaga kesehatan masa datang. Bukti yang ada dilapangan tentang ketersediaan tenaga kerja ini maka pengambilan kebijakan harus didasarkan pada hal tersebut. Ini sebagai langkah utama pengembangan semua kebijakan yang harus diambil untuk ketersediaan tenaga kerja kesehatan.
Australia merupakan salah satu negara yang sangat bergantung pada perekerutan tenaga kesehatan internasional(Crettenden et al. 2014). Bersama beberapa negara- negara berkembang lainnya yang juga tidak menyediakan tenaga kerja kesehatan secara swasembada, mereka sering mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan akan tenaga kerja kesehatan. Sedangkan permasalahan yang dihadapi masing masing negara itu berbeda. Dalam hal ini Australia mencoba untuk tetap mempertahankan kondisi tenaga kerja kesehatannya dalam kondisi seperti ini. Sebab itu perencanaan tenaga kerja kesehatan untuk masa yang akan datang pemerintah Australia melakukan system proyeksi berdasarkan data tenaga kerja yang ada sekarang.
Berbagai metode digunakan untuk melakukan perencanaan tenaga kerja kesehatan. Salah satunya adalah seperti yang ditulis dalam buku Manajemen Sumber Daya Manusia karangan Prof.Dr.Wilson Bangun, S.E, M.Si yaitu "Metode Zero – Base Forecasting". Metode ini dalam merencanakan kebutuhan tenaga kerja di masa akan datang dengan menggunakan jumlah karyawan yang ada sekarang sebagai dasar untuk meramalkan jumlah karyawan yang dibutuhkan di masa yang akan datang. Kebutuhan sumber daya manusia yang akan datang dapat diisi sesuai dengan kebutuhan. Kekosongan pada suatu posisi pekerjaan tertentu merupakan pertimbangan dengan menggunakan analisis yang mendalam untuk menentukan layak atau tidak posisi tersebut untuk diisi. Apabila suatu pekerjaan tertentu mengalami kekosongan akibat ditinggalkan pekerjanya tidak mempersoalkan karena pensiun, dipecat atau mengundurkan diri, kekosongan itu tidak diisi secara langsung. Tetapi, terlebih dahulu dilakukan analisis yang secara cermat apakah perlu dilakukan pengisian penggantian bila hal itu dibiarkan kosong bila tidak dibutuhkan. Suatu kemungkinan dapat dilakukan dengan melatih karyawan yang bertahan untuk dapat mengerjakan pekerjaan yang kosong tersebut. Pendekatan lain dapat dilakukan melalui outsourcing, dan cara lain yang lebih tepat sebagai dasar penarikan sumber daya manusia.
Di Australia system kesehatannya mempercayakan tenaga kerja kesehatan pada keturunan asing.(Negin et al. 2013) Diharapkan intansi pendidikan kesehatan yang ada dapat memberikan solusi terhadapa permasalahan tenaga kerja kesehatan ynag dihadapi di Australia. Ini juga merupakan salah satu bukti bahwa sangat pentingnya membuat suatu proyeksi untuk pemenuhan tenaga kerja kesehatan dimasa yang akan datang, melalui ketersediaan tenaga kerja yang bersumber dari institusi pendidikan kesehatan.

Daftar Referensi:
Crettenden, I.F. et al., 2014. How evidence-based workforce planning in Australia is informing policy development in the retention and distribution of the health workforce. Human resources for health, 12, p.7. Available at: http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?artid=3922608&tool=pmcentrez&rendertype=abstract.
Negin, J. et al., 2013. Foreign-born health workers in Australia: an analysis of census data. Human resources for health, 11, p.69. Available at: http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?artid=3882294&tool=pmcentrez&rendertype=abstract.
Essa Nita Ceria
13/357560/PKU/14132


6th International Conference on Information Technology and Electrical Engineering. Yogyakarta 7-8 October 2014, http://icitee2014.te.ugm.ac.id. Indexed by IEEEXplore.

Mind Mapping




Oleh : Khusnunah Harkanti
NIM  : 13/357949/PKU/14199

In-Service Training sebagai Alternatif Kebijakan Pelatihan Kesehatan di Indonesia

Salah satu strategi untuk mencapai visi Indonesia sehat 2015 adalah dengan meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas dengan sasaran utamanya antara lain: disetiap desa tersedia SDM kesehatan yang kompeten, dan pelayanan kesehatan di setiap rumah sakit, puskesmas, dan jaringannya memenuhi standar mutu. Tenaga kesehatan merupakan sumber daya manusia kesehatan yang pada satu sisi adalah unsur penunjang utama dalam pelayanan kesehatan, pada sisi lain, ternyata kondisinya saat ini masih jauh dari kurang, baik pada kuantitas maupun kualitasnya. Disini perlu perhatian pemerintah pada peningkatan dan pemberdayaan SDM kesehatan secara profesional. Utamanya dalam pembentukan sikap dan perilaku profesional SDM kesehatan melalui jalur pendidikan formal maupun non formal.
Tidak jarang kita mendengar pada kehidupan sehari-hari, baik di rumah sakit, puskesmas, maupun klinik-klinik pelayanan kesehatan, tentang buruknya praktek pelayanan yang diberikan tenaga kesehatan kepada masyarakat. Adanya tenaga kesehatan yang tidak mengerjakan yang seharusnya mereka kerjakan, dan juga adanya tenaga kesehatan yang mengerjakan sesuatu yang seharusnya bukan wewenangnya/ kompetensinya. Kualitas sumber daya manusia dalam bidang kesehatan yang masih rendah akan berpengaruh terhadap kualitas pelayanan kesehatan. Kualitas pelayanan kesehatan yang masih rendah erat kaitannya dengan kualitas tenaga kesehatan.
Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas tenaga kesehatan adalah melalui pendidikan dan pelatihan. Pelatihan adalah prosedur formal yang difasilitasi dengan pembelajaran guna terciptanya perubahan tingkah laku yang berkaitan dengan peningkatan tujuan perusahaan atau organisasi. Pelatihan merupakan proses pembelajaran untuk meningkatkan kinerja seseorang dalam menyelesaikan pekerjaan. Pelatihan di bidang kesehatan yang telah terakreditasi wajib diselenggarakan di Balai Pelatihan Kesehatan atau unit pelatihan lain milik pemerintah dan/atau masyarakat yang mempunyai tugas dan fungsi melaksanakan pelatihan di bidang kesehatan.
Berdasarkan hasil evaluasi pelatihan, banyak tenaga kesehatan yang sudah dididik atau mengikuti pelatihan tetapi tidak merubah kebiasaan cara bekerja, pola berpikir lama yang dipertahankan, seolah-olah hasil pelatihan tidak sampai pada tahapan implementasi. Dalam pelaksanaanya, pelatihan konvensional cenderung didominasi oleh kegiatan nara sumber atau fasilitator yang menyampaikan seluruh materi pelatihan, sedangkan peserta pelatihan lebih banyak sebagai pendengar, sehingga kurang memacu keaktifan peserta pelatihan.
Terdapat beberapa kendala untuk menerapkan hasil-hasil kegiatan peningkatan profesionalisme yang berkaitan dengan proses, isi, maupun dukungan pasca pelatihan. Kendala yang berkaitan dengan proses pelatihan: a) metode pelatihan pada umumnya berupa ceramah dan diskusi tanpa ada kesempatan bagi peserta untuk berlatih menerapkan secara nyata; b) pelaksanaan pelatihan bersifat top-down dan massal sehingga tidak memperhatikan kebutuhan/permasalahan individual setiap profesi kesehatan; c) kegiatan pelatihan jarang sekali mendiskusikan permasalahan nyata yang ada di lapangan. Kemudian kendala penerapan yang terkait dengan isi pelatihan mencakup: a) materi kurang sesuai dengan kebutuhan lapangan; b) materi yang diberikan dalam pelatihan sulit diterapkan. Berdasarkan hal tersebut menunjukkan bahwa kebutuhan pengembangan profesional tenaga kesehatan melalui pelatihan konvensional masih jauh dari harapan. Program pelatihan yang menuntut peserta pelatihan lebih aktif dalam proses pembelajaran adalah suatu keharusan.
Dengan metode in-service training ini diharapkan setiap tenaga kesehatan dalam sebuah organisasi kerja akan mendapatkan pelatihan yang tepat dan alam waktu yang tepat, sehingga akan memaksimalkan relevansi, aktualitas dan ketersediaan sebuah pelatihan sementara sumber daya yang disediakan untuk sebuah pelatihan benar-benar dapat diberikan untuk pelatihan yang paling dibutuhkan. Diharapkan lembaga pelatihan dapat merancang dan melaksanakan pelatihan in-service yang sesuai kebutuhan dan berpusat pada peserta latih (participant centered).
Hal-hal tersebut di atas memungkinkan karena dibandingkan teknik pelatihan konvensional, in-service training memiliki beberapa karakteristik yang mendukung, diantaranya adalah :
a.    Tanpa sistem yang formal untuk kegiatan pembelajaran. Seringnya proses pembelajaran dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan tugas-tugas peserta pelatihan dalam pekerjaannya, sehingga akan langsung berhubungan dengan pekerjaannya dan dibutuhkan dalam pelaksanaan pekerjaannya.
b.    Tidak perlu meninggalkan tempat kerja untuk menuju tempat pelatihan sehingga akan mengurangi  biaya transport dan penginapan.
c.    Tidak terpaku pada standar yang kaku dan mengakomodasi kepentingan peserta latih karena dilibatkan sejak mulai perencanaan kebutuhan pelatihan, pelaksanaan sampai evaluasi.
d.   Setiap individu peserta pelatihan akan mendapatkan materi pelatihan hanya yang berhubungan dan dibutuhkan dalam melaksanakan pekerjaannya.
e.    Pelaksanaan pelatihan dapat individual atau kelompok.
Karena karakteristiknya yang langsung berhubungan dengan pekerjaan peserta pelatihan, maka in-service training akan lebih efisien, mudah diterima dan dapat dikembangkan untuk memaksimalkan hasil sesuai yang diinginkan. In-service training sudah banyak diterapkan di berbagai tempat. dari berbagai hasil penelitian terbukti bahwa metode ini memiliki efektifitas tinggi terhadap implementasi hasil pelatihan.
Merupakan sesuatu hal yang tidak mudah untuk beralih dari pelatihan metode konvensional ke in-service training, karena sangat dibutuhkan adanya dukungan dan kerja sama dari berbagai pihak yang terlibat di dalamnya. Penerapan metode in-service training  dapat dimulai dari pelatihan-pelatihan yang sifatnya teknis, dimana mengutamakan peningkatan dalam hal keterampilan, sedangkan untuk pelatihan yang sifatnya manajerial masih dapat menggunakan metode pelatihan konvensional.



Referensi :
Bluestone, J., Johnson, P., Fullerton, J., Carr, C., Alderman, J., & Bontempo, J. (2013). Effective in-service training design and delivery: evidence from an integrative literature review. Human resources for health, 11(1), 51. doi:10.1186/1478-4491-11-51
Dias, P., Dias, A., & Gomes, M. J. (2005). In-service training : e-learning as a new and promising approach . Interactive Educational Multimedia, 11(11), 89–103. Retrieved from https://repositorioaberto.uab.pt/handle/10400.2/2179
O'Malley, G., Perdue, T., & Petracca, F. (2013). A framework for outcome-level evaluation of in-service training of health care workers. Human resources for health, 11, 50. doi:10.1186/1478-4491-11-50


--
Dellon Wijaya
NIM. 13/357731/PKU/14163
HP. 0819 429 0528
Pin BB: 26932551

Mind Mapping "In-Service Training sebagai Alternatif Kebijakan Pelatihan Kesehatan di Indonesia"


--
Dellon Wijaya
NIM. 13/357731/PKU/14163
HP. 0819 429 0528
Pin BB: 26932551