Sunday, April 20, 2014

HUMAN RESOURCE LEADERSHIP: THE KEY TO IMPROVED RESULTS IN HEALTH

Kepemimpinan merupakan kemampuan untuk memberikan semangat kepada orang dan membujuk anggota organisasi agar bergerak menuju arah yang diinginkan. Sebagai pemimpin ada yang efektif dan banyak juga yang tidak. Efektif atau tidak seorang pemimpin ditentukan oleh dua faktor :                    
(1) karakteristik kepemimpinan
(2) karakteristik pribadi.
Suatu kebijakan dan praktek pengelolaan SDM seringkali gagal diakibatkan karena pengelolaannya tidak berada di tangan profesional . Pemerintah tidak memiliki kemampuan untuk beradaptasi dengan perubahan yang cepat. Ini bukan pendekatan tradisional untuk mengembangkan kepemimpinan, akan tetapi lebih ditujukan untuk pemimpin tertinggi dan berfokus pada sifat kepemimpinan dan karakteristik Model ini berfokus pada pengembangan tim yang dapat mengidentifikasi masalah , mencari solusi , dan mendapatkan hasil

Tiga hal yg harus dimiliki oleh leader untuk memobilisasi teamnya:
1.       Kemampuan Menciptakan Energi bagi dirinya
Seorang pimpinan harus memiliki cita-cita yang jelas mengenai mau dibawa kemana teamnya, kejelasan cita-cita dan visi inilah yang akan menciptakan energi baru bagi  seorang pemimpin.
2.       Distribusi energi
Seorang pemimpin adalah orang yang mampu memberikan energi bagi teamnya, menimbulkan semangat, & menjadikan team semakin bergairah dalam bekerja.
3.       Pelestarian energi
Seorang pimpinan harus menjaga energi yang bergelora pada dirinya dan teamnya, hal ini dilakukan dengan cara melakukan mekanisme reward & punishment secara tegas dan konsisten sehingga semua semangat tetap terjaga dan timbul kesadaran bersama untuk lebih baik.
Bagaimana manajemen dan kepemimpinan berkontribusi terhadap peningkatan layanan?
-          berfokus pada hasil kesehatan
-          bekerja dalam tim untuk memecahkan masalah
-          menerapkan praktek kepemimpinan tantangan nyata
-          menciptakan iklim yang mendorong perubahan
-          mempertahankan perubahan dengan mendasarkan solusi dalam sistem manajemen.
Pada tahun 2011, Kementerian Kesehatan menggulirkan 7 Reformasi Pembangunan Kesehatan yaitu:
1.       Revitalisasi pelayanan kesehatan
2.       Ketersediaan, distribusi, retensi dan mutu sumberdaya manusia
3.       Mengupayakan ketersediaan, distribusi, keamanan, mutu, efektifitas, keterjangkauan obat, vaksin dan alkes
4.       Jaminan kesehatan
5.       Keberpihakan kepada Daerah Tertinggal Perbatasan dan Kepulauan (DTPK) dan Daerah Bermasalah Kesehatan (DBK),
6.       Reformasi birokrasi
7.       World Class Health Care.
Tiga komponen dalam peningkatan kesehatan :
A.       IKLIM KERJA YANG LEBIH BAIK
Stinger (Wirawan, 2007) mendefinisikan bahwa iklim organisasi sebagai koleksi dan pola lingkungan yang menentukan munculnya motivasi serta berfokus  pada persepsi-persepsi yang masuk akal atau dapat dinilai, sehingga mempunyai pengaruh langsung terhadap kinerja anggota organisasi.
Enam dimensi iklim organisasi sebagai berikut :
*      Flexibility conformity. Fleksibilitas dan comfomity merupakan kondisi organisasi yang untuk memberikan keleluasan bertindak bagi karyawan serta melakukan penyesuaian diri terhadap tugas-tugas yang diberikan. Hal ini berkaitan dengan aturan yang ditetapkan organisasi, kebijakan dan prosedur yang ada. Penerimaan terhadap ide-ide yang baru merupakan nilai pendukung di dalam mengembangkan iklim organisasi yang kondusif demi tercapainya tujuan organisasi.
*      Resposibility Hal ini berkaitan dengan perasaan karyawan mengenai elaksanaan tugas organisasi yang diemban dengan rasa tanggung jawab atas hasil yang dicapai, karena mereka terlibat di dalam proses yang sedang berjalan.
*      Standards. Perasaan karyawan tentang kondisi organisasi dimana manajemen memberikan perhatian kepada pelaksanaan tugas dengan baik, tujuan yang telah ditentukan serta toleransi terhadap kesalahan atau hal-hal yang kurang sesuai atau kurang baik.
*      Reward. Hal ini berkaitan dengan perasaan karyawan tentang penghargaan dan pengakuan atas pekerjaan yang baik.
*      Clarity. Terkait dengan perasaan pegawai bahwa mereka mengetahui apa yang diharapkan dari mereka berkaitan dengan pekerjaan, peranan dan tujuan organisasi.
*      Tema Commitmen. Berkaitan dengan perasaan karyawan mengenai perasaan bangga mereka memiliki organisasi dan kesediaan untuk berusaha lebih saat dibutuhkan.
B.      PENINGKATAN SISTEM MANAJEMEN
Ketidakpuasan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan di Indonesia menjadi pemacu organisasi pelayanan kesehatan untuk memperbaiki dan meningkatkan Sistem Manajemen serta kualitas pelayanannya. Organisasi pelayanan kesehatan menggunakan alat seperti akreditasi dan Sistem Manajemen Mutu (SMM) ISO 9000 yang menekankan pada standar struktur serta belum terkait dengan kepuasan pelanggan. Organisasi pelayanan kesehatan yang telah mengimplementasikan SMM ISO 9000 adalah rumah sakit, puskesmas, dan balai kesehatan. Hasil yang diperoleh yaitu kepuasan pelanggan meningkat, kinerja terukur, koordinasi menjadi baik dan perbaikan berkelanjutan dapat dilaksanakan. Tetapi dalam pelaksanaan terdapat hambatan seperti kurangnya komitmen personil dan dukungan atasan. Perlu disadari oleh organisasi pelayanan kesehatan bahwa SMM ISO 9000 bukanlah alat ajaib untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas tanpa komitmen kuat dari semua pihak pada organisasi pelayanan kesehatan.
C.       PENINGKATAN KAPASITAS UNTUK RESPON TERHADAP PERUBAHAN
Sebuah gambaran dari kerangka kerja konseptual yang digunakan dalam analisis dalam proses adaptasi dan perencanaan - baik "top-down" dan "bottom-up" , analisis risiko, kerentanan dan ketahanan sebuah sistem merupakan alat pengantar yang digunakan dalam pengambilan keputusan yang kuat yang mempertimbangkan skenario masa depan dan memanfaatkan spesifik pengambilan keputusan. Identifikasi kemungkinan kesempatan untuk kolaborasi, dan desain untuk implementasi tindakan.
Hasil yang ingin diperoleh:
*      Peningkatan layanan menuju peningkatan hasil kesehatan ( Strategi, Indikator dan Upaya tingkat nasional ).
Pentingnya hubungan yang terjalin antara klinisi, manajer, staf dan pasien dalam proses belajar
dan mengajari dari satu kepada yang lain, tidak hanya klinisi mengajari pasien/keluarga atau
manajer mengajari staf, tetapi juga bisa sebaliknya. Proses "Belajar dan Mengajar" tersebut
bertujuan untuk dapat memperbaiki proses pelayanan yang benar-benar fokus kepada pasien. 
Agar dapat memberikan pelayanan dengan fokus kepada pasien, maka sarana pelayanan kesehatan harus dapat menggunakan data dan menggunakannya untuk memprediksikan pelayanan ke masa depan, hal ini penting karena selama ini banyak sarana pelayanan kesehatan hanya menggunakan data untuk melihat masa lalu.
Satu yang penting bagi semua negara , bagaimanapun, adalah kemampuan kepemimpinan dan manajemen untuk menerjemahkan strategi SDM ke dalam sistem dan praktik yang menghasilkan perbaikan yang berkelanjutan.
Kondisi kompleks di mana kita bekerja untuk mengatasi krisis HR menuntut gaya baru kepemimpinan yang mendorong inovasi dan kerja sama tim dan pendekatan yang lebih profesional untuk manajemen SDM . Pada semua tingkat kita perlu pemimpin berkomitmen dan manajer SDM berkualitas untuk menerjemahkan strategi tingkat negara dan kerangka kerja global.
NAMA     :  TIEN INDRAWATI
NIM       :  13/357383/PKU/14099
MINAT    :  SDM KESEHATAN
Health Workforce Skill Mix And Task Shifting In Low Income Countries: A Review Of Recent Evidence (Tugas Pertemuan Ke-II)

Riadi Ardian Yuswanto
13/357408/PKU/14106

Jurnal penelitian tersebut menganalisis permasalahan task shifting pegawai dari sudut pandang ekonomi. Metode yang dilakukan adalah dengan menganalisa data sekunder yang di dapat dari google scholar maupun dari online jurnal lain. Mereka berpendapat bahwa penggunaan task shifting di beberapa Negara mampu mengurangi biaya untuk pelatihan dalam memaksimalkan kinerja layanan kesehatan.

Penelitian ini menangkap adanya solusi untuk peningkatan skill pegawai atau delegasi petugas baru tidak selalu perlu biaya besar dengan pelatihan, pendidikan atau rekrutmen tenaga kesehatan baru, namun penggunaan task shifting mampu memberikan alternative solusi. Penggunaan task shifting mampu menghemat pembiayaan Negara untuk memaksimalkan layanan kesehatan. Peneliti mencoba membuktikan fakta-fakta tentang Negara yang menggunakan metode task shifting mengeluarkan biasa lebih sedikit dan menghasilkan output yang lebih baik daripada yang tidak menggunakan task shifting.

TEORI YANG DIGUNAKAN
Task Shifting
Menggunakan pendekatan yang dikemukaan oleh Dolvo D. dalam jurnal yang berjudul Using mid-level cadres as substitutes for internationally mobile health professionals in Africa, mendiskripsikan beberapa jenis task shifting yaitu shifting tasks dari tenaga kesehatan level tinggi ke level rendah  (contoh dari perawat ke komunitas kesehatan pekerja). Task shifting juga meliputi mencetak professional baru atau kader non professional, dimana pekerjaan didelegasikan/diajarkan dari pekerja yang telah dilatih dengan banyak pelatihan dibidangnya kepada pekerja dengan pelatihan spesifik untuk pekerjaan tertentu (contoh asisten medic dilatih in obstetrics di Mozambique).

Economic framework to evaluate skill mix
Untuk melihat dampak dari task shifting dari sudut pandang ekonomi peneliti menggunakan pendekatan yang dikemukakan oleh Palmer and Torgerson yang membedakan antara efisiensi teknik, efisiensi produksi, alokatif efisiensi. Efisiensi teknik mengarah pada hubungan antara input dan output, dimana hubungan teknik efisiensi memproduksi maksimal output dengan input. 
Efisiensi Produksi memperluas efisiensi teknik. Efisiensi produktif tercapai ketika maksimal output diproduksi dengan memberikan anggaran untuk input, atau sebagai alternative, ini dicapai ketika produksi level output dengan penggabungan biaya pada level input. 

Ho :
Penggunaan task shifting mampu mengurangi biaya yang dikeluarkan pemerintah dalam peningkatan pelayanan kesehatan

Ha : Metode lain lebih efektif dalam peningkatan pelayanan kesehatan dan mampu mengurangi biaya.

Sekilas pendapat mengenai kejanggalan kasus artalyta


Pendapat saya tentang kasus artalyta adalah, tanpa disadari praktek mafia hukum dapat meluluhlantahkan sistem peradilan pidana. Praktik mafia hukum yang terjadi selalu ditandai dengan munculnya perantara yang menghubungkan kepentingan penjahat dengan petugas hukum untuk tujuan keuntungan para penjahat tersebut. Dari situlah muncul penyuapan kepada polisi, kejaksaan, hakim bahkan bila sudah dipenjara, makelar kasus akan menyuap lembaga pemasyarakatan (LP). Keadaan itulah yang menjadikan potret penegakan hukum di Indonesia sangat buram yang diduga sudah berlangsung lama, bak penyakit yang endemik dan sulit diobati.

Banyak kejanggalan yang kita temui dapat kasus ini, Kejanggalan bahkan sudah muncul ketika pejabat Kementerian Hukum begitu mudah memberikan izin bagi Artalyta ke luar negeri.
Bukankah seorang narapidana yang bebas bersyarat juga masih diwajibkan melapor setidaknya sebulan sekali? Kewajiban ini diduga diabaikan karena ia sudah cukup lama di luar negeri.
Pemberian remisi dan pembebasan bersyarat terhadap Artalyta juga pernah dipersoalkan.
Karena anugerah ini, ia hanya menjalani dua pertiga masa hukumannya. Padahal ia bukanlah narapidana yang bisa dianggap berkelakuan baik sehingga layak mendapat hadiah ini. Artalyta mendapat Remisi diberikan dalam dua tahap, dan Menikmati Udara Bebas setelah mendapat remisi 3 bulan 20 hari
Belum lagi kejanggalan dengan ruang hunian artalyta yang menggunakan fasilitas mewah selama di penjara. Ini membuktikan bahwa hukum. Hal demikian makin memperburuk citra dan wajah hukum di Indonesia.


Thank you & Best Regards

Yunita Fransisca Kamilia K
M+62 81 834 5657
Sent from my iPad 

Pertanyaan kasus artalita

Saya berpendapat pada hipotesa pertama yaitu "Berapa besar dana yang ditransaksikan?" kemungkinan kasus konspirasi hukum juga menggunakan transaksi kecil-kecil dengan sistem mencicil untuk mengelabui cacatan bank jadi jika hipotesa konspirasi hukum dengan besaran transaksikan berjumlah besar saya kurang sependapat. 
Hipotesa bisa saja salah jika ternyata transaksi konspirasi hukum dilakukan dengan transfer dana kecil secara berkala atau beberapa tahap untuk mengelabui pihak bank atau catatan mencurikan

Teori yang ada dalam artikel "How evidence-based workforce planning in Australia is informing policy development in the retention and distribution of the health workforce"


Teori yang digunakan dalam penelitian "How evidence-based workforce planning in Australia is informing policy development in the retention and distribution of the health workforce" adalah salah satu metode – metode yang digunakan untuk meramalkan kebutuhan sumber daya manusia yang ada dalam buku Manajemen Sumber Daya Manusia karangan Prof.Dr.Wilson Bangun, S.E, M.Si yaitu "Metode Zero – Base Forecasting". Metode ini dalam merencanakan kebutuhan tenaga kerja di masa akan datang dengan menggunakan jumlah karyawan yang ada sekarang sebagai dasar untuk meramalkan jumlah karayawan yang dibutuhkan di masa yang akan datang. Kebutuhan sumber daya manusia yang akan datang dapat diisi sesuai dengan kebutuhan. Kekosongan pada suatu posisi pekerjaan tertentu merupakan pertimbangan dengan menggunakan analisis yang mendalam untuk menentukan layak atau tidak posisi tersebut untuk diisi. Apabila suatu pekerjaan tertentu mengalami kekosongan akibat ditinggalkan pekerjanya tidak mempersoalkan karena pensiu, dipecat atau mengundurkan diri, kekosongan itu tidak diisi secara langsung. Tetapi, terlebih dahulu dilakukan analisis yang secara cermat apakah perlu dilakukan pengisian penggantian bila hal itu dibiarkan kosong bila tidak dibutuhkan. Suatu kemungkinan dapat dilakukan dengan melatih karyawan yang bertahan untuk dapat mengerjakan pekerjaan yang kosong tersebut. Pendekatan lain dapat dilakukan melalui outsourcing, dan cara lain yang lebih tepat sebagai dasar penarikan sumber daya manusia.



Menurut Wikipedia:
Teori adalah serangkaian bagian atau variabel, definisi, dan dalil yang saling berhubungan yang menghadirkan sebuah pandangan sistematis mengenai fenomena dengan menentukan hubungan antar variabel, dengan menentukan hubungan antar variabel, dengan maksud menjelaskan fenomena alamiah.

ESSA NITA CERIA
Nim: 13/357560/PKU/14132

Nurse employment contracts in Chinese hospitals: impact of inequitable benefit structures on nurse and patient satisfaction


Nurse employment contracts in Chinese hospitals: impact of inequitable benefit structures on nurse and patient satisfaction
Alasannya :
Saya tertarik dengan dengan artikel ini karena saya ingin mengetahui dampak struktur manfaat adil pada perawat dan kepuasan pasien terhadap kontrak kerja perawat dirumah sakit china, Dengan membaca artikel ini diharapkan bisa mengetahui perbedaan perbedaan antara perawat, berdasarkan kontrak dan perawat bianzhi.

Peneliti: Jingjing Shang, Ph.D

Latar Belakang Pendidikan: Colombia University School Of Nursing
Latar belakang:
Reformasi ekonomi di China telah mengubah sistem kerja rumah sakit Cina. Akibatnya, rumah sakit Cina secara bertahap mengurangi jumlah perawat dengan 'mangkuk nasi besi' posisi dengan keamanan kerja seumur hidup, juga disebut perawat bianzhi ', dan meningkatkan kerja perawat berdasarkan kontrak yang memiliki keamanan kerja kurang dan lebih sedikit kerja. Transisi kerja ini telah menyebabkan ketidak adilan potensial di rumah sakit Cina, salah satunya adalah perlakuan yang berbeda antara perawat berdasarkan kontrak yang bertentangan dengan perawat bianzhi ', dua kategori perawat profesional dengan tanggung jawab perawatan pasien yang sama. Kabarnya 20-54% dari perawat di rumah sakit Cina memiliki pekerjaan berdasarkan kontrak ,dan jumlah ini diperkirakan akan meningkat karena China terus transisi dari ekonomi terencana terpusat ke ekonomi pasar bebas dan permintaan untuk perawatan kesehatan terus meningkat karena reformasi perawatan kesehatan  dan populasi yang menua di Cina. Namun, sedikit yang diketahui tentang perawat berdasarkan kontrak dan dampak ketidakadilan potensi pembayaran dan manfaat antara perawat berdasarkan kontrak dan perawat bianzhi 'pada perawat dan pasien hasil.
Hasil :
Berdasarkan kontrak kerja perawat sangat bervariasi di seluruh rumah sakit di china, mulai dari 0 hingga 94% dengan rata-rata 51% (SD = 19%). Rumah sakit di Liaoning dan provinsi Hebei dan Beijing dipekerjakan perawat berdasarkan kontrak signifikan lebih sedikit daripada rumah sakit dari daerah lain, dan rumah sakit universitas yang digunakan secara signifikan lebih banyak perawat berdasarkan kontrak daripada rumah sakit provinsi dan rumah sakit kota. Proporsi perawat berdasarkan kontrak tidak berbeda dengan tingkat rumah sakit (level 2/level 3) atau lokasi (kota / ibu kota / non-ibukota).
Oleh: Riko Afera Sahputra
NIM:13/357571/PKU/14134