Sunday, April 27, 2014

Mengapa Kebijakan Pemerintah Belum Bisa Mengatasi Kekurangan Tenaga Kesehatan di Daerah Pedesaan dan Daerah Terpencil dan Perbatasan Kepulauan (DTPK) di Indonesia

Nama: Indah Purnama
Nim   : 13/354334/PKU/13875

Mengapa Kebijakan Pemerintah Belum Bisa Mengatasi Kekurangan Tenaga Kesehatan di Daerah Pedesaan dan Daerah Terpencil dan Perbatasan Kepulauan (DTPK) di Indonesia

Organisasi kesehatan dunia (WHO) mencatat Indonesia masuk dalam 6 (enam) Negara di Asia Tenggara dan Asia Selatan yang kekurangan jumlah tenaga kesehatan baik di daerah pedesaan maupun perkotaan. Peran pemerintah untuk memberikan pelayanan kesehatan yang adil dan merata belum bisa terlaksana sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-undang kesehatan. Kebijakan Pemerintah saat ini belum bisa mendorong tenaga kesehatan untuk melawan teori pasar, Puskesmas dikota memiliki jumlah tenaga kesehatan yang lebih mencukupi dibandingkan Puskesmas yang ada didesa. Sementara pelayanan dibidang kesehatan terus ditingkatkan, jika anggaran tahun 2005 anggaran kesehatan hanya mencapai Rp 7,7 Triliun maka pada tahun 2008 anggaran kesehatan menjadi sekitar Rp 17,9 Triliun. Sebagian dari anggaran kesehatan terus meningkat akan digunakan untuk merekrut tenaga kesehatan baru, yang seharusnya biaya tersebut masih bisa dihemat seandainya tenaga kesehatan tersebut betah dan mau mengabdi sampai pensiun didaerah pedesaan atau DTPK  di Indonesia.
Rekruitmen dan seleksi merupakan proses rangkaian dalam mencari Sumber Daya Manusia Kesehatan untuk mengisi pekerjaan atau posisi tertentu untuk meningkatkan jumlah atau mengganti personil yang hilang atau berkurang dengan metode yang biasa digunakan untuk rekrutmen   dan seleksi tenaga  kesehatan biasanya melalui formasi PNS, kontrak daerah, Kontrak Pusat (PTT) dan Penugasan Khusus. Kebijakan yang selama ini diambil oleh pemerintah untuk mempertahankan tenaga kesehatan didaerah pedesaan atau di daerah terpencil perbatasan dan kepulauan (DTPK) melalui kementerian kesehatan menerapkan beberapa kebijakan diantaranya: 1. Beasiswa untuk meningkatkan tingkat pendidikan (pendidikan bagi dokter spesialis, bidan desa, perawat spesialis atau asisten spesialis dokter), 2. Menghimbau pemerintah daerah untuk menggunakan Dana Alokasi Khusus (DAK) dari pemerintah pusat untuk meningkatkan fasilitas kesehatan (termasuk peralatan dan  kendaraan) dan perumahan untuk personel kesehatan di daerah terpencil, 3. Kesempatan berkarier. Namun semua kebijakan yang selama ini diterapkan kurang efisien  dikarenakan seleksi dan rekrutmen tenaga kesehatan untuk daerah pedesaan dan DTPK tidak memperhatikan latar belakang asal usul daerah yang bersangkutan sehingga tenaga kesehatan yang bekerja didaerah pedesaan atau DTPK tidak bertahan lama dan banyak yang menjadikannya hanya sebagai batu loncatan untuk mendapatkan pekerjaaan dan setelahnya mengusulkan pindah ke kota atau daerah yang aksesnya lebih terjangkau sehingga desa atau daerah yang terisolir dan DTPK setiap tahun selalu mengalami kekurangan tenaga kesehatan. Sementara itu berbagai sekolah dan akademi kesehatan  khususnya dibidang Keperawatan tetap memproduksi tenaga kesehatan ini dalam jumlah besar tiap tahunnya tetapi mengapa masih ada puskesmas yang tidak memiliki tenaga kesehatan khususnya perawat.
Sesuai dengan hasil penelitian  "Cost-effectiveness analysis of human resources policy interventions to address the shortage of nurses in rural South Africa" dimana hasil penelitian ini untuk rekrutmen lebih menekankan kepada latar belakang asal usul tenaga kesehatan dengan cara merekrut lebih banyak perawat dari asal-usul pedesaan dan melakukan seleksi dengan cara pemilihan mahasiswa perawat yg berasal dari daerah pedesaan dan lebih tertarik untuk tinggal didesa dan mengabdi di desa atau memberikan akses yang lebih baik untuk pendidikan perawat pedesaan dinilai lebih efisien dan dapat menghemat biaya anggaran pemerintah dalam mengatasi kekurangan tenaga kesehatan khususnya tenaga perawat di puskesmas yang berada di daerah pedesaan atau DTPK. Mengapa pemerintah pusat maupun daerah masih menggunakan metode rekrutmen   dan seleksi tenaga  kesehatan  melalui formasi PNS, kontrak daerah, Kontrak Pusat (PTT) dan Penugasan Khusus tanpa memperhatikan latar belakang asal usul daerah tenaga kesehatan yang bersangkutan padahal dapat mengatasi kekurangan tenaga kesehatan di pedesaan dan DTPK dengan cara melakukan seleksi dan rekrutmen langsung untuk diangkat menjadi pegawai pada saat tenaga kesehatan tersebut masih menjadi Mahasiswa dengan memperhatikan latar belakang asal usul dan memberikan pelatihan-pelatihan yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan di pedesaan atau DTPK sehingga bersedia mengabdi selamanya di pedesaan dan daerah terpencil lebih efisien dan menghemat anggaran.

Referensi:
Anand, S., & Barnighausen, T. (2004). Human resources and health outcomes: crosscountry econometric study. Lancet, 364(9445), 1603e1609.
Blaauw, D., Erasmus, E., Pagaiya, N., Tangcharoensathein, V., Mullei, K., Mudhune, S.,et al. (2010). Policy interventions that attract nurses to rural areas: a multicountry discrete choice experiment. WHO Bulletin, 88(5), 321e400.
Brooks, R. G., Walsh, M., Mardon, R. E., Lewis, M., & Clawson, A. (2002). The roles of nature and nurture in the recruitment and retention of primary care physicians in rural areas: a review of the literature. Academic Medicine, 77(8), 790e798.
Kurniati, Anna dan  Efendi, Ferry, (2013). Review Sistematis Peningkatan Retensi Tenaga Kesehatan di Daerah Tertinggal. Pusat Perencanaan dan Pendayagunaan SDM Kesehatan, Badan Pengembangan dan Pemberdayaan SDM Kesehatan-Kementerian Kesehatan.



6th International Conference on Information Technology and Electrical Engineering. Yogyakarta 7-8 October 2014, http://icitee2014.te.ugm.ac.id. Indexed by IEEEXplore.

No comments: