Sunday, April 27, 2014

REKRUTMEN DAN RETENSI TENAGA KESEHATAN DI DAERAH PEDESAAN DAN TERPENCIL

Kesetaraan merupakan hal yang wajib diperjuangkan pemerintah Indonesia sebagaimana tertuang didalam Unang-Undang Dasar  1945 untuk menciptakan keadilan sosial, demikian pula dengan kesetaraan kesehatan khususnya bagi komunitas yang rentan dan kurang beruntung. Memastikan masyarakat yang hidup di daerah tertinggal dan terpencil memiliki akses terhadap tenaga kesehatan yang kompeten merupakan tantangan yang besar.
Dari berbagai sumber data yang ada menunjukkan bahwa jumlah tenaga kesehatan di Indonesia masih kurang. Indonesia harus berjuang keras untuk meningkatkan jenis, jumlah dan mutu tenaga kesehatan. Selain itu masalah maldistribusi dan ketidakseimbangan geografis juga semakin memperbesar tantangan tersebut. Mendistribusikan dan menempatkan tenaga kesehatan di daerah tertinggal dengan kuantitas dan kualitas yang memadai menjadi hal kritis dalam pemberian pelayanan kesehatan. Kondisi ini diperparah pula oleh rendahnya retensi tenaga kesehatan untuk mengabdi di daerah tersebut. Daerah tertinggal nampaknya masih belum diminati oleh para tenaga kesehatan untuk bekerja disana. Diakui atau tidak, permasalahan distribusi tenaga kesehatan merupakan permasalahan klasik yang tidak hanya terjadi di negara kita. Negara maju dan berkembang lainnya juga menghadapi permasalahan serupa dengan tingkat permasalahan yang berbeda. Ketidakseimbangan distribusi harus dicari solusi terbaiknya dengan tetap berpihak pada komunitas marginal yang lebih memerlukan.
Mapping tenaga kesehatan dan non kesehatan di fasilitas kesehatan pemerintah dan swasta serta seberapa besarnya keterlibatan pemda dan organisasi profesi dalam penempatan tenaga kesehatan di daerah sangat diperlukan. Informasi penempatan tenaga kesehatan termasuk kepada institusi pendidikan tentang daerah penempatan yang kurang mengakibatkan tidak meratanya penyebaran penempatan tenaga kesehatan. Informasi ini penting untuk mengetahui kebutuhan tenaga kesehatan yang sesungguhnya di berbagai daerah mengingat ketersediaan tenaga kesehatan tersebut merupakan hal mutlak yang harus dipenuhi.
Selain dari segi kuantitas, kualitas tenaga kesehatannya juga masih kurang yang ditunjukkan dengan ketidakpuasan terhadap pelayanan kesehatan. Hal ini menunjukkan kurangnya kompetensi lulusan yang dihasilkan insitusi pendidikan untuk bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan. Diklat juga sangat diperlukan untuk meningkatkan kemampuan teknis/fungsional yang terakreditasi. Optimalisasi pengembangan kemampuan tenaga kesehatan yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan tetap memperhatikan kesesuaian dengan kondisi daerah juga menjadi solusi untuk meningkatkan kualitas tenaga kesehatan.
Permasalahan lain dalam sumber daya manusia kesehatan Indonesia adalah belum adanya regulasi yang melibatkan pihak terkait untuk lulusan institusi pendidikan agar kembali ke daerah, rendahnya pemanfaatan program beasiswa pendidikan bagi tenaga kesehatan, retensi tenaga kesehatan yang rendah, belum optimalnya insentif  termasuk insentif non material misal: dalam memperoleh peningkatan kapasitas dan kemudahan birokrasi, belum konsistennya dalam pemberian reward dan punishment bagi tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan, belum adanya tunjangan sertifikasi tenaga kesehatan seperti tenaga pendidikan, belum adanya tunjangan resiko kerja bagi tenaga kesehatan dan tenaga yang bekerja di daerah tertinggal dan terpencil, double job bagi tenaga kesehatan dengan tugas lainnya diluar tupoksi fungsional.


Beberapa solusi yang mungkin bisa untuk mengatasi permasalahan tadi adalah:    
1.        Pengadaan Formasi jumlah dan jenis ketenagaan ( tenaga kesehatan dan non tenaga kesehatan) melibatkan BKD, Dinkes, Dikti dan memperhatikan analisis beban kerja institusi
2.        Rekrutmen PNS  dengan formasi khusus untuk tenaga kesehatan di daerah terpencil dan tertinggal
3.        Peningkatan pemerataan dalam distribusi tenaga kesehatan dan non tenaga kesehatan secara proporsional
4.        Masa tugas minimal 3 tahun dengan rotasi berdasarkan kinerja
5.        Kontribusi daerah dalam melakukan mapping tenaga kesehatan dan non tenaga kesehatan dengan melibatkan organisasi profesi perlu dioptimalkan
6.        Pengusulan kebutuhan tenaga kesehatan dan non tenaga kesehatan secara berjenjang dari kabupaten/kota hingga pusat
7.        Pengusulan tunjangan sertifikasi bagi tenaga kesehatan
8.        Optimalisasi pemberian insentif bagi tenaga kesehatan baik material (sertifikasi tenaga kesehatan) ataupun non material
9.        Peningkatan kapasitas SDM melalui pendidikan dan pelatihan berkelanjutan
10.    Studi banding, Seminar/Workshop
Pengawasan agar kuantitas dan kualitas tenaga tetap terjaga sangat diperlukan antara lain dengan registrasi dan sertifikasi tenaga kesehatan yang melibatkan organisasi profesi secara periodik. Sistem reward dan punishment sangat perlu dikembangkan serta Optimalisasi  peran Sistem Pengendalian Internal Pemerintah (SPIP) dalam rangka implementasi penilaian kinerja pegawai (PKP). Keselarasan kebijakan pusat dan daerah dalam perencanaan hingga pengelolaan sumber daya manusia kesehatan mutlak diperlukan.





Referensi :

Bourke, L. et al., 2012. Understanding rural and remote health: A framework for analysis in Australia. Health and Place, 18, pp.496–503.
Campbell, N., McAllister, L. & Eley, D., 2012. The influence of motivation in recruitment and retention of rural and remote allied health professionals: a literature review. Rural and remote health, 12, p.1900. Available at: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22845190.
Daniels, Z.M. et al., 2007. Factors in recruiting and retaining health professionals for rural practice. The Journal of rural health : official journal of the American Rural Health Association and the National Rural Health Care Association, 23(1), pp.62–71.
Doherty, J.E. et al., 2013. Transforming rural health systems through clinical academic leadership: lessons from South Africa. Rural and remote health, 13, p.2618.
Dolea, C., Stormont, L. & Braichet, J.-M., 2010. Evaluated strategies to increase attraction and retention of health workers in remote and rural areas. Bulletin of the World Health Organization, 88(5), pp.379–385.
Dorsch, J.L., 2000. Information needs of rural health professionals: a review of the literature. Bulletin of the Medical Library Association, 88, pp.346–354.
Ebuehi, O.M. & Campbell, P.C., 2011. Attraction and retention of qualified health workers to rural areas in Nigeria: a case study of four LGAs in Ogun State, Nigeria. Rural and remote health, 11, p.1515.
Efendi, F., 2012. Health worker recruitment and deployment in remote areas of Indonesia. Rural and remote health, 12, p.2008. Available at: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22670640.
Farmer, J. & Kilpatrick, S., 2009. Are rural health professionals also social entrepreneurs? Social Science and Medicine, 69, pp.1651–1658.
Fisher, K.A. & Fraser, J.D., 2010. Rural health career pathways: research themes in recruitment and retention. Australian health review : a publication of the Australian Hospital Association, 34(3), pp.292–296.
Frehywot, S. et al., 2010. Compulsory service programmes for recruiting health workers in remote and rural areas: do they work? Bulletin of the World Health Organization, 88(5), pp.364–370.
Grobler, L. et al., 2009. Interventions for increasing the proportion of health professionals practising in rural and other underserved areas. Cochrane database of systematic reviews (Online), (1), p.CD005314.
Jones, A.R., Cook, T.M. & Wang, J., 2011. Rural-urban differences in stigma against depression and agreement with health professionals about treatment. Journal of Affective Disorders, 134(1-3), pp.145–150.
Keane, S., Lincoln, M. & Smith, T., 2012. Retention of allied health professionals in rural New South Wales: a thematic analysis of focus group discussions. BMC health services research, 12, p.175. Available at: http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?artid=3479013&tool=pmcentrez&rendertype=abstract.
Kolstad, J.R., 2011. How to make rural jobs more attractive to health workers. Findings from a discrete choice experiment in Tanzania. Health economics, 20(2), pp.196–211.
Kurniati, Anna dan  Efendi, Ferry, 2013. Review Sistematis Peningkatan Retensi Tenaga Kesehatan di Daerah Tertinggal. Pusat Perencanaan dan Pendayagunaan SDM Kesehatan, Badan Pengembangan dan Pemberdayaan SDM Kesehatan-Kementerian Kesehatan.
Lehmann, U., Dieleman, M. & Martineau, T., 2008. Staffing remote rural areas in middle- and low-income countries: a literature review of attraction and retention. BMC health services research, 8, p.19.
Leipert, B. & Anderson, E., 2012. Rural nursing education: a photovoice perspective. Rural and remote health, 12(January), p.2061. Available at: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22668083.
McAuliffe, T. & Barnett, F., 2009. Factors influencing occupational therapy students' perceptions of rural and remote practice. Rural and Remote Health, 9(1), p.1078.
Morell, Anna L et all. 2014. Attraction, recruitment and distribution of health professionals in rural and remote Australia: early results of the Rural Health Professionals Program. Health Workforce Australia. Human Resources for Health.
Mugisha, J.F., 2009. Using information and communication technology to revitalise continuing professional development for rural health professionals: evidence from a pilot project. Rural and remote health, 9(4), p.1222. Available at: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/19891518.
Muula, A.S. & Maseko, F.C., 2006. How are health professionals earning their living in Malawi? BMC health services research, 6, p.97.







Oleh : Khusnunah Harkanti
NIM  : 13/357949/PKU/14199

No comments: